Sunday, January 24, 2010

DARI jenDEla.....

"Izinkan aku menemanimu di kemegahan itu, dipagari sangkakala cahaya, gerlap yang membutakan — ya, aku mau — duduk selama satu putaran bumi, menatap kehidupan yang pernah aku jalani terdahulu… Kehinaan itu…"


Ya, lewat jendela ini… Ah — tapi mengapa hari ini dia tidak tampak ? Teman yang kerap kali menyulut kepala dan hatiku menjadi bara. Siang hari ini, semuanya padam… Pikiran ini padam akal, hati ini padam rasa, dan mata ini padam cahaya. Mungkin dia bersembunyi ; menolak untuk melihatku dalam bentuk yang mengecewakan seperti ini.

"Bodoh…"
"Tidak tahu…"


Masa gelap apalagikah yang telah aku pilih ? Ya, lewat jendela ini… Bulan tinggal sejari dan perlahan-lahan tenggelam, prosekusi mulai beristirahat, aku memberanikan diri mengaku kepada diri ini sendiri. Di manakah hati itu, yang dimiliki setiap orang lain pasang per pasang, di manakah perasaan itu, yang digemakan mereka yang bercinta di bawah payung langit ini, inspirasi bagi prosais, ah — tidak mengerti lagi apa yang harus kutuliskan…

Kanvas biru yang sedang kukerjakan lama sudah menatapku sendu. Kosong dirinya, seperti kehampaan yang kutempa sendiri, untuk lambat laun menelanku dalam karat. Aku tidak memiliki banyak preferasi ; semua labirin itu terbuka begitu saja, aku tidak fasih dalam menjalaninya. Skenario yang kutulis sendiri, maksudku baik ; untuk menghindarkanku dari kesesatan, nyatanya membawaku untuk memilih di antara keputusan-keputusan terbesar.

Satu problematika ; aku memulai perjalanan ini dengan mengaitkan benang dari alas kakiku sendiri sebagai penanda akan jalan yang telah kutempuh. Pikiranku, bila tersesat maka aku tinggal mengikuti benang yang telah kukait-kaitkan sebelumnya. Nah, kamu mengerti apa yang aku maksud di sini ? Kecut diriku ini… Bila situasi yang ada mulai menghunjam ulu diri, aku berlari kembali, membelakangi semuanya, dan kembali ke pintu awal untuk memulai sesuatu yang baru. Apalah yang ada ; sakit hati yang berbaur, dan aku tidak bisa memulai sesuatu pun dengan benar.

"Suka…"

Lewat jendela ini. Akhirnya kamu muncul juga, menjulang melawan dan menjejakkan kakimu di atas kepalaku yang sudah gersang. Bebaskanlah aku. Petang ini. Lewat jendela ini. Dalam satu perjalanan ini. Kutempuh dengan kedua kaki ini. Kasut yang lusuh. Bahu yang berat. Terangkan lagi mata ini. Pertalian dengan mereka bertiga.

Aku menunggu…

Lewat jendela ini…

Memandang menerawang…

No comments:

Post a Comment